Pages

Laman

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Sample text

Download

Ads 468x60px

Social Icons

Featured Posts

Rabu, 01 Juni 2016

Jangan Mengaku "Arek Suroboyo" Kalau Belum Baca Buku "Prejengane Kutho Suroboyo"

Hari ini, udara terasa sangat panas. Kipas angin buthut tak mampu membuat dingin ruangan. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
   “Assalamu’alaikum.”
   “Wa’alaikum salam. Monggo masuk, Mas!” sapaku pada tamu itu.
   “Silahkan duduk. Ada perlu apa, Mas?”
   “Saya Slamet Setiono, dulu murid SD ini. Saya sekarang tergabung di FLP. Bu Nif ada, Pak?” Jawabnya sambil bertanya.
   “Ada, di atas ngajar anak-anak. Oh ya, FLP niku nopo, nggih?” Sambil mesam mesem, saya tanya dia.
   “FLP itu Forum Lingkar Pena, Pak. Saya mau menghibahkan buku untuk sekolah ini. Judulnya Prejengane Kutho Suroboyo.”
            Singkat cerita, setelah dia pulang, saya baca buku itu. Ada hal yang menarik dari buku ini. Buku ini adalah kumpulan tulisan anak-anak muda Surabaya tergabung dalam Forum Lingkar Pena (FLP) yang mengulas tradisi, asal usul, makanan khas, permainan, tarian dan aspek lain tentang Surabaya yang selama ini tak diketahui publik.
Beberapa tradisi dan kearifan lokal yang ditulis dalam buku tersebut seperti Tradisi Rebo Pungkasan, Jurang Kuping - Kupinge Sak Jurang, Pasar Maling – Malinge Wes Insyaf Rek, Iwak Peyek - Iwak Pitik, Unjung-unjung Golek Sangu Riyoyo, Uniknya Topeng Muludan, Sepo Sepi (ditulis Slamet Setiono) dan masih banyak lagi. Total ada 82 tradisi atau kearifan lokal yang dihimpun dalam buku ini.
Buku ini sekaligus menunjukkan tak sedikit dolanan dulu sangat ramah lingkungan, berbanding terbalik dengan permainan zaman sekarang yang tergantikan oleh teknologi digital.
Penggunaan bahasa Suroboyoan di seluruh tulisan memang disengaja untuk menghadirkan kesan jenaka. Tak jarang pembaca akan banyak menemukan bahasa sehari-hari Arek Suroboyo yang lucu dan penuh banyolan. Pembaca akan dibuat mesam-mesem, bahkan tertawa ngakak.
---------------------------------
Orang Surabaya memang berbeda. Setiap lawuh disebut iwak. Jadi jangan heran kalau di Surabaya iwak itu banyak sekali spesiesnya. Selain iwak mujaer dan bandeng, ada juga iwak bebek, iwak tempe, iwak soto, iwak krupuk, bahkan iwak sambel. Ada sedikit lelucon yang bisa peno simak.
Wak Kaji budhal-mulih kerjo numpak sepeda montor. Tutug prapatan, sepedae mandheg soale lampune lagi abang. Onok arek cilik ujug-ujug nyedhek.
“Paklik, Sampeyan tak bedheki. Nek sampeyan gak iso njawab, aku kekono dhuwik sewu, yo.”
“Walah, bedhekane arek cilik ae. Yo, opo pertanyaane?”
“Iwak opo sing nang ndunyo iki mek ono rong werno, putih karo kuning?”
Wak Kaji muikir. Wedi kalah mungsuh arek cilik. Gak pekoro kalah, tapi isine iku, lho. Masio nek menang yo tetep ae gak bangga. Lha, mungsuhe jik bayi.
“Opo jawabane, Lik? Selak ijo iki lampune.”
“Yo wis, gak ngerti. Opo jawabane?” Wak Kaji ngelungi dhuwik sewu.
“Iwak endhog. Suwun yo, Lik.”
Arek cilik mau wis mlayu tuku es cao. Wak Kaji jik ndlahom nang ndhukur sepeda.


---------------------------------


Itu adalah sekelumit kisah yang ada di buku ini.
Selamat membaca, Rek!


SD PANCASILA 45 Berita